(Disampaikan juga dalam Majalah Kesehatan DOKTER KITA edisi bulan Juni 2013)
Apa yang dimaksud dengan pelecehan/kekerasaan seksual anak di bawah umur?
Apa yang dimaksud dengan pelecehan/kekerasaan seksual anak di bawah umur?
Pelecehan/ kekerasan seksual merupakan tindakan seksual yang tidak diinginkan oleh korban yang menimbulkan kerusakan baik itu kerusakan fisik maupun mental pada korban. Kerusakan mental yang ditimbulkan biasanya berupa rasa malu, rasa tak berdaya, rasa tidak aman, dan rasa tersakiti. Jika dipandang dari sudut pandang hukum, maka kategori usia bahwa korban disebut sebagai anak di bawah umur adalah apabila korban berusia kurang dari 18 tahun (mengacu pada Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-undang Perlindungan Anak).
Ada dua jenis pelecehan seksual, yakni fisik dan verbal. Pelecehan seksual fisik ditandai dengan adanya sentuhan yang bersifat sensual yang tidak diinginkan oleh korban di area-area tubuh korban. Sedangkan pelecehan seksual verbal ditandai dengan kata-kata sensual (dapat berupa rayuan maupun komentar yang bersifat negatif) yang ditujukan kepada korban.
Apa yang membuat anak rentan menjadi sasaran pelecehan seksual?
Selain karena faktor karakteristik kepribadian yang dimiliki oleh pelaku pelecehan, karakteristik personal yang dimiliki korban juga biasanya dapat menjadi pemicu terjadinya pelecehan seksual. Karakteristik personal yang dimiliki korban antara lain adalah sebagai berikut:
a. Penampilan fisik
Di masa sekarang ini ada banyak anak yang pertumbuhan fisiknya lebih cepat dibanding teman seusianya, karena pengaruh hormon. Kemudian, anak yang berparas cantik atau tampan juga umumnya menarik perhatian pelaku. Penampilan fisik juga bicara mengenai cara berpakaian. Anak-anak yang berpakaian cukup terbuka akan cenderung menarik minat para pelaku pelecehan seksual.
b. Perilaku
Anak-anak yang mudah dekat dengan orang asing, dan tidak menolak jika disentuh (dipeluk, dibelai atau dipegang) oleh orang asing akan cenderung lebih mudah untuk menjadi korban pelecehan seksual. Anak tipe ini akan sulit menyadari bahwa dirinya sedang diperlakukan tidak baik oleh pelaku.
c. Karakteristik Kepribadian
Anak-anak yang pasif, yakni anak-anak yang cenderung sulit menolak atau menghindar jika berhadapan dengan situasi yang tidak nyaman baginya, biasanya juga dapat menjadi korban pelecehan seksual. Anak tipe ini akan cenderung diam dan sulit memiliki inisiatif untuk mencari pertolongan secara aktif ketika pelecehan sedang terjadi.
Dampak Pelecehan Seksual
Dampak psikologis pada korban biasanya tidak berbeda jika ditinjau dari jenis kelamin anak. Dampak akan terlihat berbeda jika ditinjau dari karakteristik kepribadian/ temperamen anak. Anak yang cenderung terbuka, mudah beradaptasi dan bermuatan energi positif akan cenderung lebih mudah pulih dari trauma mereka. Sedangkan anak-anak yang cenderung tertutup, sulit beradaptasi, bermuatan energi negatif dan sensitif akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan upaya yang lebih besar untuk pulih dari trauma mereka. Selain karakteristik kepribadian, jenis kekerasan/ pelecehan seksual yang dialami juga memberikan dampak yang berbeda. Kekerasan/ pelecehan fisik biasanya meninggalkan trauma yang lebih besar dibandingkan kekerasan/ pelecehan verbal. Selain itu, frekuensi dan durasi terjadinya kekerasan/ pelecehan seksual juga berpengaruh terhadap dampak yang ditimbulkan. Semakin sering frekuensinya, atau semakin lama durasinya, maka trauma yang ditimbulkan pada anak juga semakin besar. Semakin besar trauma yang ditimbulkan, maka semakin panjang waktu pemulihan yang dibutuhkan.
Keadaan trauma yang ditimbulkan sebagai dampak dari kejadian pelecehan/ kekerasan seksual dapat terlihat dari perilaku korban. Seorang anak yang sedang dalam keadaan trauma biasanya menunjukkan adanya penurunan derajat aktivitas, penurunan minat sosialiasi, mengalami mimpi buruk, peningkatan perilaku cemas atau takut akan hal-hal yang sebelumnya tidak ia khawatirkan, bahkan kesulitan tidur. Jika hal tersebut tidak segera tertangani, maka anak tidak akan mampu menyesuaikan diri dan melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan usianya. Hal tersebut berdampak sangat besar dalam optimalisasi tumbuh kembang anak.
Peran keluarga dalam proses pencegahan dan pemulihan
Kesulitan yang umumnya dihadapi oleh pihak keluarga maupun ahli saat membantu proses pemulihan korban anak-anak dibandingkan dengan korban yang lebih dewasa adalah kesulitan dalam mengenali perasaan dan pikiran korban saat peristiwa tersebut terjadi. Anak-anak cenderung sulit mendeskripsikan secara verbal dengan jelas mengenai proses mental yang terjadi saat mereka mengalami peristiwa tersebut. Sedangkan untuk membicarakan hal tersebut berulang-ulang agar mendapatkan data yang lengkap, dikhawatirkan akan menambah dampak negatif pada anak karena anak akan memutar ulang peristiwa tersebut dalam benak mereka.
Oleh karena itu, yang pertama harus dilakukan adalah memberikan rasa aman kepada anak untuk bercerita. Biasanya orang tua yang memang memiliki hubungan yang dekat dengan anak akan lebih mudah untuk melakukannya. Setelah itu, berikan pertanyaan yang mudah dijawab dengan singkat dan tepat oleh anak, seperti misalnya, “Apakah bagian ini (tunjuk bagian tubuh anak) pernah dipegang orang lain?” Jika anak menjawab ya, tanyakan “Di mana? Rumah atau sekolah?” Setelah tahu lokasinya, baru orang tua menanyakan tentang “Siapa” dan “Kapan”.
Setelah mendapatkan informasi bahwa anak Anda mengalami pelecehan seksual, orang tua dapat menggali data melalui orang-orang yang ada di sekitar anak yang kemungkinan dapat dipercaya untuk memberikan informasi tambahan tentang peristiwa yang dialami anak. Orang tua juga sebaiknya segera membawa anak untuk berkonsultasi dengan tenaga ahli (psikolog, konselor, psikiater) yang biasa menangani anak-anak korban pelecehan seksual, untuk mendiskusikan mengenai kondisi anak pasca peristiwa pelecehan seksual terjadi. Sehingga, anak akan mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat untuk memulihkan kondisi psikologis anak akibat trauma yang ditimbulkan.
Peran lingkungan dalam proses pencegahan dan pemulihan
Saat ini upaya mengatasi kasus pelecehan seksual anak secara hukum telah ada undang-undang yang mengaturnya secara jelas. Yang masih kurang menurut saya adalah upaya pencegahan. Upaya pencegahan harus dilakukan secara komprehensif, artinya tidak bisa hanya dilakukan oleh satu pihak (orang tua atau keluarga) saja, melainkan harus terintegrasi dengan pemerintah, lembaga kemasyarakatan, sekolah, tenaga profesional, dsb yang memang memiliki konsentrasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Beberapa upaya pencegahan yang efektif menurut saya adalah sebagai berikut:
a. Memberikan pemahaman kepada anak mengenai jenis-jenis pelecehan seksual, dan menjelaskan kepada anak bahwa pelecehan seksual dalam bentuk apapun merupakan tindakan yang tidak baik dan melanggar peraturan. Serta, mengajarkan kepada anak mengenai hal-hal yang harus mereka lakukan jika menemukan adanya tindakan pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar mereka (misalnya: segera berlari ke tempat yang ramai, segera melapor kepada guru atau kepala sekolah, dsb). Poin a ini sebaiknya dilakukan oleh orang tua, sekolah, maupun pengajar di tempat ibadah.
b. Melakukan seleksi dan rekrutmen yang lengkap dan dilakukan oleh tenaga ahli seperti psikolog, untuk mencegah kemungkinan adanya pelaku pelecehan seksual yang dipekerjakan di tempat-tempat yang banyak terdapat anak-anak (arena bermain, sekolah, day care, dsb).
c. Memperlengkapi setiap sudut bangunan yang diperuntukkan bagi anak-anak, dengan kamera CCTV yang selalu terpantau agar kasus-kasus pelecehan seksual dapat terdeteksi dengan lebih cepat dan mudah.
Bisakah anak sembuh dari trauma mereka?
Trauma dapat disembuhkan namun tidak dapat dilupakan. Artinya adalah, kita tidak mungkin membuat seseorang lupa 100% dengan apa yang pernah ia alami, apalagi jika peristiwa tersebut memberikan kesan yang mendalam bagi dirinya. Penanganan yang dilakukan bukan bertujuan agar anak lupa bahwa ia pernah mengalami hal tersebut, melainkan agar anak tetap dapat beraktivitas sesuai dengan usia dan kemampuannya, meskipun ia masih mengingat peristiwa pelecehan yang ia alami.
Faktor yang berperan penting dalam proses pemulihan adalah dukungan dan penerimaan yang diberikan oleh lingkungan sosial. Ketika orang tua, guru, teman, dsb tetap mengajak anak berinteraksi, anak merasa bahwa dirinya masih berharga meskipun telah mengalami hal yang tidak menyenangkan. Selain itu, anak juga harus dijauhkan sementara dari topik-topik maupun tempat-tempat yang akan memunculkan reaksi-reaksi trauma (menangis, berteriak, menarik diri, ketakutan, dsb).
#positiveparentingchallenge
#positiveparenting
#parenting
#parentingtips
#parentinglife
#fatherhood
#motherhood
#ayahhebat
#infoparenting
#infopengasuhan
#motherlove
#orangtuahebat
#disiplinanak
#keluarga
#keluargaindonesia
#polaasuh
#anakhebatindonesia
#anakbundaindonesia
#tipsbunda
#belajarparenting
#tipsorangtua
#anakanak
#keluargabahagia
#orangtuaku
#parentingwithlove
#anakpapamama
#ayahibuanak
#parentinginspirations
#parentingideas
ijin ambil data untuk tugas makalah ya kak
ReplyDeleteSilahkan, dik. Jangan lupa mencantumkan sumber ya. Sukses selalu untuk kuliahnya.
ReplyDeleteSaya minta maaf atas keterlambatan membalas komentar Anda dikarenakan adanya urusan keluarga selama 2 tahun terakhir, sehingga sy terpaksa vakum menulis dan mengelola blog. Mulai hari ini, blog ini akan kembali aktif. Selamat melanjutkan membaca :)
Ijin share....kasus kekerasan seksual pada anak smakin memgerikan,smoga melalui tulisan2 diblog ini dapat membuka pengetahuan tentang dampak dan pencegahan kekerasan seksual apa anak.....
ReplyDeleteSalam sukses
Silahkan, mba. Semoga memberi manfaat. Salam sukses selalu. :)
DeleteSalam kenal.Saya sangat tertarik dengan tulisan Anda.saya pernah mengalami pelecehan seksual saat masih kecil.Meski kini tidak ada gangguan dalam keseharian saya akibat pengalaman tersebut,namun di usia saya yg 30 tahun saya merasa ada hal yg sedikit mengganggu dalam hubungan saya dengan lawan jenis.Meski beberapa pria pernah mendekati saya,seringkali muncul perasaan tidak percaya terhadap pria tersebut,merasa tidak layak dicintai dan sulit membuka diri untuk menjalin hubungan special.Saya mulai berpikir apakah ketidaknyamanan tersebut diakibatkan oleh trauma yg saya alami saat masih kecil.Mohon saran
ReplyDeleteSalam kenal kembali.
DeleteSaya pernah bertemu pasien dengan pengalaman yang sama dengan ceritera Anda. Pengalaman tersebut merupakan faktor utama yg menghambat ia untuk berhubungan dengan lawan jenis. Ia merasa tidak nyaman untuk berbagi perasaan romantis dengan semua lawan jenis yang ia temui.
Pada kasus Anda, bisa saja penyebabnya sama seperti itu. Namun, bisa juga berbeda. Oleh sebab itu, untuk mengetahui pasti, sebaiknya Anda berkonsultasi dengan psikolog atau psikoterapis yg terdekat dgn lokasi tempat tinggal Anda.
Semoga cukup membantu.
Salam,
Maria
buk, anak sy mengalami pelecehan sexual sesama jenis oleh orang dewasa (teman nya), tp mereka lakukan suka sama suka dan cm 1 kali, smpai skrg anak sy msh trbyg2,,tp tdk stress atau mngurung diri.. apakah dibawa ke psikolog atau ke psikiater?
ReplyDeletebuk, adik sy melakukan hubungan sexual dengan teman nya yg usianya lebih tua dari adik saya dan sesama jenis, cuma 1 kali dan tidak sampai disodomi hnya melakukan oral sja. tp sampai sekarang adik saya selalu trbyg2 akan hal itu dan jd malas sekolah,tp dia tdk stress atau tdk mngurung diri dikamar,msh mau brpergian dengan kami, hanya gak mau sekolah sja dan selalu trbyg2. apakah sy harus bw dia ke psikolog atau ke psikiater?? mhn dijwb.tq
ReplyDeletePerilaku malas sekolah dan selalu terbayang-bayang akan kejadian tersebut, jika dibiarkan dan tidak ditangani oleh tenaga ahli akan berdampak buruk pada perkembangan psikologis adik Ibu. Oleh sebab itu, sebaiknya segera berkonsultasi dengan psikolog. Jika saya boleh tahu, dimana lokasi Ibu? Mungkin sy bisa memberi referensi psikolog yang mumpuni menangani kasus seperti ini.
DeleteSalam,
Maria