Dalam bekerja saya selalu berusaha memberikan yg terbaik.
Ketika menangani klien, membuat laporan psikologis, maupun membuat materi/ modul workshop parenting, saya memilih untuk memberikan yang terbaik versi saya.
Itulah sebabnya ketika mendelegasikan tugas atau bekerja sama dengan orang lain, saya punya ekspektasi orang tersebut juga berusaha yang terbaik.
Bagi saya cara bekerja setiap orang boleh berbeda. Dan saya cenderung tidak menilai seseorang dari cara kerjanya.
Ada yang banyak bicara atau bernyanyi/ bersenandung ketika bekerja.
Ada pula yang khusyuk serius tapi ritme kerjanya pelan.
Saya biasanya bisa memakluminya.
Yang sulit saya maklumi adalah ketika mereka bekerja "asal selesai", "asal jadi" atau "sekedarnya". Saya sulit memaklumi mereka yang enggan melakukan yang terbaik yang mereka bisa.
"Etos kerja" demikian istilahnya.
Sebuah sikap bekerja yang sifatnya internal, berasal dari dalam diri seseorang. Bukan karena iming2 profit besar, gaji tinggi atau bonus semata. Tapi karena ia sadar bahwa kualitas dirinya tercermin dari sikap kerjanya. Bukan hanya sekedar dari hasil karyanya saja. Tapi dari proses terbaik yang bisa ia kerjakan.
Itulah sebabnya orang yang punya etos kerja yang baik, cenderung digandrungi bahkan dipertahankan dalam sebuah pekerjaan. Ia tahu betul bahwa ia tidak akan mencuri ide dan karya org lain. Ia jujur dan berdedikasi. Bisa dipercaya dan diandalkan di masa kritis. Bersedia mengemban tanggung jawab dan memberikan sumbangsih tanpa terlebih dahulu menghitung untung dan rugi.
Sayangnya, tak semua profesional, bahkan lulusan universitas bergengsi, punya etos kerja yg baik. Karena etos kerja bukan bicara tentang kemampuan kognitif, tapi tentang karakter seseorang.
Itulah sebabnya, ketika mencari sekolah anak, saya mencari sekolah yang menekankan pada pentingnya pendidikan karakter. Sekolah yang kiranya bisa membuat anak saya mau dan mampu berprestasi akademik, tapi juga punya karakter pekerja keras, tekun, mau berusaha, jujur, dan bertanggung jawab.
Eits tapi bukan berarti lantas saya maunya tinggal bayar lalu mau terima beres ya. Biar bagaimanapun pun orang tua adalah pendidik utama karakter anak. Baru kemudian yg kedua adalah guru di sekolah.
Bagaimana dengan Anda? 😊
Comments
Post a Comment
Dear, Maria, M.Psi.