Skip to main content

SIKAP RENDAH HATI (HUMBLE) & SIKAP TINGGI HATI (OVERBEARING)


-About Last Week-
,
Datanglah sepasang suami istri ke ruangan praktik saya. Sang istri nampak anggun dan si suami terlihat berwibawa. Dari cara berpakaiannya, keduanya terlihat lebih dari sekedar berkecukupan.,
,
Sang istri sudah tidak lagi bekerja sejak menikah, namun memiliki bisnis warisan keluarga.,
Sang suami terbilang sukses dalam bisnisnya yang ia rintis sendiri sejak awal.,
,
Sang istri berlatar belakang pendidikan s1 dalam kota,
Sang suami memegang gelar dari universitas ternama di negri tetangga.
,
Namun yang menarik dari interaksi mereka di dalam ruangan saya adalah sikap ketika mendengarkan penjelasan dan masukan.,
,
Sang istri cukup sering menyela ataupun menyanggah perkataan suami nya, dan tak jarang, beberapa kali jg menyanggah perkataan saya. Sang suami cukup aktif bertanya, dan cenderung berusaha memahami sudut pandang dari orang yg sedang menjelaskan.,
,
Di penghujung sesi, ketika keduanya diberi tugas mencari alternatif solusi dan menuliskannya di atas kertas, terlihat jelas bahwa sang suami justru memiliki lebih banyak ide yang solutif, kreatif serta tepat sasaran. Sang istri, mengaku bingung, dan berusaha membela diri dengan mengatakan bahwa harusnya saya yang berpikir, bukan dia. Sebab dia membayar saya untuk itu.,
,
Untungnya hanya dalam 1 sesi tersebut, terbukalah hati sang istri. Bahwa ternyata sikap tinggi hati nya dia lah, yg selama ini membuat masalah di rumah tangganya sendiri, kian bertambah pelik. Sikap hanya mau setuju dan mempercayai apa yang ia anggap benar, tanpa ia sadari justru menutup jalan untuk dia mempelajari apa yang sebenarnya baik bagi dirinya dan keluarganya.,
,
Saat sesi konseling saya tutup, ia menitikkan air mata dan berkata, "Mungkin karena dulu saya selalu diremehkan, dianggap yang paling tidak bisa apa-apa, saya jadi tidak sadar meremehkan smua orang yang kontra dengan pendapat saya.",
,
Ya benar. Pengalaman traumatik di masa lalu memang berpotensi besar menghambat perkembangan diri kita ke arah yg lebih baik, jika kita belum menyelesaikan trauma itu dgn benar. Oleh sebab itu, setiap trauma hendaknya disembuhkan dgn penanganan yang tepat. Agar pribadi kita senantiasa bisa lebih sehat & cerdas secara emosional.

Comments

Popular posts from this blog

Orangtua dan Anak Saya Memancing Kemarahan Saya!

Ingin rasanya saya bentak mertua saya. Sulit sekali diberi tahu. Sudah dibilang anak saya tidak boleh dibelikan mainan dulu, tidak boleh jajan es krim dulu. Diam-diam dia beri es krim. Dia ajari anak saya untuk sembunyi-sembunyi beli mainan di belakang saya. Lalu, ketika suami saya sudah janji mau jalan-jalan bersama sore ini. Mumpung ia tidak lembur. Mertua saya tahu itu dan mulai berulah mencari perhatian. Dia mengatakan bahwa perutnya tidak enak dan butuh periksa ke dokter. Batal deh rencana kami sore itu. Akhirnya anak saya merengek karena tidak jadi pergi jalan-jalan. Lagi-lagi mertua bertingkah seperti pahlawan, mengatakan bahwa besok akan dibelikan mainan jika anak saya berhenti menangis. Oh wow! Sungguh luar biasa. Saya tak kuasa lagi menahan jengkel, akhirnya saya masuk kamar dan membanting pintu. Saya biarkan suami saya mengurus anak dan mertua saya itu. - Ny. S - Anak saya berulah lagi. Sudah diberi tahu berkali-kali bahwa makan harus duduk, dan tidak boleh mem...

JANGAN HANYA MENYEKOLAHKAN ANAK DI SEKOLAH BERGENGSI, TAPI DIDIKLAH ANAK AGAR PUNYA HAL INI!

Dalam bekerja saya selalu berusaha memberikan yg terbaik. Ketika menangani klien, membuat laporan psikologis, maupun  membuat materi/ modul workshop parenting, saya memilih untuk memberikan yang terbaik versi saya. Itulah sebabnya ketika mendelegasikan tugas atau bekerja sama dengan orang lain, saya punya ekspektasi orang tersebut juga berusaha yang terbaik. Bagi saya cara bekerja setiap orang boleh berbeda. Dan saya cenderung tidak menilai seseorang dari cara kerjanya. Ada yang banyak bicara atau bernyanyi/ bersenandung ketika bekerja. Ada pula yang khusyuk serius tapi ritme kerjanya pelan. Saya biasanya bisa memakluminya. Yang sulit saya maklumi adalah ketika mereka bekerja "asal selesai", "asal jadi" atau "sekedarnya". Saya sulit memaklumi mereka yang enggan melakukan yang terbaik yang mereka bisa. "Etos kerja" demikian istilahnya. Sebuah sikap bekerja yang sifatnya internal, berasal dari dalam diri seseorang. Bukan karena iming2 prof...

ANAK BARU SAJA PULANG SEKOLAH, JANGAN LAKUKAN 3 HAL INI

Kondisi fisik dan psikologis anak sepulang sekolah sebetulnya hampir serupa dengan kondisi fisik dan psikologis orang dewasa yang pulang bekerja. Biasanya mereka merasa lelah, penat, dan ingin rehat dari aturan, tuntutan dan kewajiban. Tak sedikit juga yang punya keinginan untuk segera berbagi cerita atau perasaan kepada orang terdekat. Oleh sebab itu, ketika anak pulang sekolah sebaiknya jangan lakukan 3 hal ini: 1. MEMBERONDONG dengan pertanyaan tentang PR, tugas, deadline, dan lainnya yang berkaitan dengan tanggung jawab sekolah. 2. MEMAKSA mereka bercerita tentang sekolah. 3. MEMAKSA mereka melakukan kegiatan yang bersifat TANGGUNG JAWAB/ KEWAJIBAN yang berat (butuh waktu lebih dari 5-10 menit). Pada prinsipnya tidak semua anak rumusnya sama. Oleh sebab itu Anda perlu memahami kondisi anak Anda. Ketika mereka pulang sekolah, amati dulu, apakah mereka terlihat lelah? Apakah mereka terlihat tidak ingin bercerita? Apakah mereka terlihat ingin beristirahat dan tidak mau diganggu?...